Kamis, Maret 28

Ketika Generasi Muda Berbicara POLITIK



Saatnya Generasi Muda Berbicara Politik

Politik merupakan salah satu aktivitas manusia terpenting sepanjang sejarah manusia, disamping kepentingan primer manusia. Politik mengajarkan manusia saling mengelola potensi yang berserakan di antara mereka, saling bersinergi untuk mencapai suatu tujuan yang sama, saling memahami dalam perbedaan yang ada, juga saling menjaga peraturan yang telah disepakati bersama. Setiap berhadapan politik akan menemukan bahwa ada yang dipimpin dan ada yang memimpin, ada yang memikirkan sederet konsep, ada yang yang merealisasikan. Ada yang memerintah dan ada yang diperintah. Ada kewajiban yang harus dilaksanakan dan ada pula hak yang harus didapatkan. Semuanya itu adalah sebuah aktivitas manusia. Semakin skala aktivitas itu membesar, maka jelas semakin tinggi pula bendera politik akan berkibar. 

Politik sangatlah berpengaruh terhadap wujudnya suatu bangsa yang makmur. Berpengaruh terhadap bidang lainnya, biadang ekonomi, sosial, pemerinatahan. Tanpa politik roda pemerintahan tidak akan berjalan dengan harmonis. Seperti Indonesia.
Berbicara politik memaksa yang berbicaranya untuk melihat persoalan-persoalan masyarakat, baik masyarakat internal maupun eksternal. Secara internal mengatur akan roda pemerintahan, menjelaskan tugas-tugasnya, merinci hak-hak dan kewajiban–kewajibannya, mengontrol dan membantu para petinggi atau pejabat untuk mereka menaati peraturan yang baik serta diluruskan jika menyimpang. Berbeda dengan politik internal. Politik eksternal berbicara tentang menjaga kebebasan dan kemerdekaan masyarakat, menanamkan rasa percaya diri, kewibawaan, dan meniti jalan menuju sasaran-sasaran yang mulia, yang dengan cara ini masyarakat akan memiliki harga diri dan kedudukan yang tinggi di kalangan bangsa lain, membebaskan dari imperalisme dan camput tangan dari bangsa lain dalam urusannya, menetapkan pola interaksi bilateral maupun multilateral yang menjamin hak-haknya serta mengarahkan semua negara menuju perdamiaan internasional yang kemudian diatur dalam suatu hokum yaitu hokum internasional.
Berbicara Indonesia, tidak luput dari yang namanya politiknya Indonesia. Politik yang berada di Indonesia, jelas akan berbeda dengan politik negara lain. Karena masyarakatnya berbeda. Kebudayaan pun juga berbeda, sehingga mempengaruhi untuk cara berpikir akan politik juga berbeda. Walaupun berbeda tetapi tetap dalam satu koridor. Satu koridor disini mengacu akan dasar dari politik tersebut.
Saat ini, hiruk piruk dunia politik Indonesia kian semrawut. Ada peraturannya tetapi peraturan itu seperti tidak ada artinya. Kesemrawutan itu terlihat jelas di pemerintahan, kinerja pemerintahan. Mulai dari kasus wong kecil hingga ke pejabat. Meski pesta demokrasi rakyat Indonesia baru dilaksanakan sekitar 1 tahun lagi, yaitu di tahun 2014, sudah terlihat upaya saling menjatuhkan dari pihak lawan politik. Antara pelaku politik saling membuka aib, kejelekan yang sampai terdengar di telinga rakyat, hingga mereka bertanya-tanya: “Masih adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia?” Rakyat yang kadang hanya bisa mengabdi haruslah menerima segala macam konsekuensi dari ulah politik. Bila NKRI saat ini seolah terpolakan hanya berdasarkan warna partai. Lalu bagaimanakah kemudian bisa menjadi alat demi menyejahterakan rakyat seperti peranan politik yaitu alat demi menyejarahkan rakyat?
Politik Indonesia saat ini tidak hanya itu, banyak pejabat-pejabat negara ini yang mengaku akan mencalonkan presiden di Pemilu 2014. Mereka menyalonkan diri bukan demi kursi kekuasaan, tetapi untuk tercapainya tujuan besar bangsa Indonesia. Seperti Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie. Ia mengaku dirinya sebagai calon presiden Pemilu 2014. Pertanyaan besar rakyat Indonesia. Benarkah? Haus atau tidaknya para capres akan kekuasaan ini memang tidak dapat dibuktikan secara instan. Pembuktian itu mungkin akan terjawab setelah 2 atau 3 tahun kemudian.
Satu contoh baru Aburizal Bakrie. Sementara itu, mantaubernur Gorontalo Fadel Muhammad yang diperiksa di Kejaksaan Tinggi Gorontalo. Fadel diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana sisa lebih penggunaan (SILPA) APBD Gorontalo tahun 2001 sebesar 5,4 miliar. Kemudian tahun 2001, Fadel dicopot dari Menteri Kelautan. Pencopotan Fadel dianggap merusak kredibilitas pemerintahan Susilo Bambang Yudhayono dan jelas mengganggu soliditas Golkar.
Hati rakyat kembali terluka ketika adanya penetapan KPK tentang adanya korupsi pengadaan Al-Quran di Kementerian Agama pada tahun 2011/2012. Sungguh menyedihkan. Di lain pihak ada yang lebih banyak korban lagi di luar lingkungan parlemen daripada sekedar malu. Al-Quran yang merupakan kitab suci umat muslim, bukan sekedar tumpukan kertas dengan huruf-huruf Arab. Namun, kini Al Quran pun berani di kaitkan dengan kasus korupsi.
Berpindah ke kasus pemanggilan Anas yang kedua kalinya terkait penyelidikan proyek pembanguan yang belakangan diketahui menelan biaya Rp 2,7 triliun itu jelas meyakinkan public bahwa politik Indonesia saat ini hanya berakhir pada soal uang dan kuasa. Seolah politik hanyalah untuk kalangan elit saja, yang tidak memperhatikan wong cilik.  
Lalu, sekarang masih pantaskah bila bangsa Indonesia mengatakan bahwa Pancasila sakti menjalin kebersamaan rakyat dari Sabang sampai Merauke demi satu tujuan yang sama? Sebab kita menjadi yakin dari beberapa kasus yang ada, bahwa kelurusan hidup seseorang bukan lagi kemudian tergantung dari agama yang dianutnya tetapi menjadi semakin perlunya pemaknaan akan nilai-nilai kebaikan dalam hidup bukan lagi demi pribadi tapi juga demi bangsa dan negara. Sebab tanggung jawab para pemimpin yang duduk di kursi eksekutif dan legislative bukan lagi demi pribadi-pribadi atau golongan.    
            Melihat kondisi politik saat ini, rakyat pun mempertanyakan apa pula itu tujuan besar bangsa Indonesia? Apakah seperti ini demokrasi yang ingin diwujudkan bapak-bapak pendiri bangsa ini? Rakyat Indonesia sekarang sangat berharap akan munculnya sosok-sosok pemimpin adil, jujur dan tegas.
            Kembali menengok ke jaman Proklamasi, dalam sebuah pidatonya yang cukup fenomenal dan direkam oleh tinta sejarah perjuangan bangsa Indonesia, Bung Karno sang Tokoh Proklamator RI pernah mengatakan “ Bawakan saya sepuluh orang pemuda niscaya saya akan mampu mengoncangkan dunia.”
Harapan itu sedikit terjawab. Saat ini masih ada sedikit keyakinan para aktivis muda, jurnalis dan calon pemimpin ideal yang ingin memperjuangkan keadilan bagi rakyat Indonesia, walau dengan proses yang panjang dan berliku. Rakyat Indonesia sudah jenuh dengan figure lama (status quo). Mereka merasa pergantian pemimpin dari tahun ke tahun membosankan dan tidak terlihat berkembangan yang lebih baik. Rakyat butuh akan penyegaran. Kejenuhan ini membuat mereka untuk memberi kepercayaan ke kaum muda untuk menjadi pemimpin alternative. Disaat yang tepat pula, muncullah tokoh muda yang akan dijadikan tempat berlabuh harapan dan mimpi besar untuk perubahan. Pemimpin muda yang lebih enerjik tidak akan pernah muncul tanpa adanya ruang dan kesempatan yang panjang yang diberikan kepada tokoh muda.
Pemberian kesempatan kepada tokoh muda ini adalah sebuah solusi tepat dan patut dilakukan sebagi upaya bersama membangun motivasi tokoh muda dan berkarya untuk bangsa ini. Kesadaran rakyat untuk memberi kesempatan tokoh muda untuk memimpin dan berbicara politik haruslah dibangun. Pemuda cerdas merealisasikan idealismenya terhadap perbaikan lingkungan strategis disekitarnya. Dan disinilah peran nyata tokoh muda sebagai agen perubahan sosial.
Pemuda saat ini haruslah pandai berbicara politik. Pemuda harus mampu memberikan jawaban empiris intelektual secara riil. Pemuda harus mampu menjadi dinamiator di tengah masyarakat dan menjadi motivator bagi orang-oarang disekitarnya. Saatnya generasi muda berbicara politik, untuk Indonesia bersatu.
           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar