Saatnya
Generasi Muda Berbicara Politik
Politik
merupakan salah satu aktivitas manusia terpenting sepanjang sejarah manusia,
disamping kepentingan primer manusia. Politik mengajarkan manusia saling mengelola
potensi yang berserakan di antara mereka, saling bersinergi untuk mencapai
suatu tujuan yang sama, saling memahami dalam perbedaan yang ada, juga saling
menjaga peraturan yang telah disepakati bersama. Setiap berhadapan politik akan
menemukan bahwa ada yang dipimpin dan ada yang memimpin, ada yang memikirkan
sederet konsep, ada yang yang merealisasikan. Ada yang memerintah dan ada yang
diperintah. Ada kewajiban yang harus dilaksanakan dan ada pula hak yang harus
didapatkan. Semuanya itu adalah sebuah aktivitas manusia. Semakin skala
aktivitas itu membesar, maka jelas semakin tinggi pula bendera politik akan
berkibar.
Politik
sangatlah berpengaruh terhadap wujudnya suatu bangsa yang makmur. Berpengaruh
terhadap bidang lainnya, biadang ekonomi, sosial, pemerinatahan. Tanpa politik
roda pemerintahan tidak akan berjalan dengan harmonis. Seperti Indonesia.
Berbicara
politik memaksa yang berbicaranya untuk melihat persoalan-persoalan masyarakat,
baik masyarakat internal maupun eksternal. Secara internal mengatur akan roda
pemerintahan, menjelaskan tugas-tugasnya, merinci hak-hak dan kewajiban–kewajibannya,
mengontrol dan membantu para petinggi atau pejabat untuk mereka menaati
peraturan yang baik serta diluruskan jika menyimpang. Berbeda dengan politik
internal. Politik eksternal berbicara tentang menjaga kebebasan dan kemerdekaan
masyarakat, menanamkan rasa percaya diri, kewibawaan, dan meniti jalan menuju
sasaran-sasaran yang mulia, yang dengan cara ini masyarakat akan memiliki harga
diri dan kedudukan yang tinggi di kalangan bangsa lain, membebaskan dari
imperalisme dan camput tangan dari bangsa lain dalam urusannya, menetapkan pola
interaksi bilateral maupun multilateral yang menjamin hak-haknya serta
mengarahkan semua negara menuju perdamiaan internasional yang kemudian diatur
dalam suatu hokum yaitu hokum internasional.
Berbicara
Indonesia, tidak luput dari yang namanya politiknya Indonesia. Politik yang
berada di Indonesia, jelas akan berbeda dengan politik negara lain. Karena
masyarakatnya berbeda. Kebudayaan pun juga berbeda, sehingga mempengaruhi untuk
cara berpikir akan politik juga berbeda. Walaupun berbeda tetapi tetap dalam
satu koridor. Satu koridor disini mengacu akan dasar dari politik tersebut.
Saat
ini, hiruk piruk dunia politik Indonesia kian semrawut. Ada peraturannya tetapi
peraturan itu seperti tidak ada artinya. Kesemrawutan itu terlihat jelas di
pemerintahan, kinerja pemerintahan. Mulai dari kasus wong kecil hingga ke
pejabat. Meski pesta demokrasi rakyat Indonesia baru dilaksanakan sekitar 1
tahun lagi, yaitu di tahun 2014, sudah terlihat upaya saling menjatuhkan dari
pihak lawan politik. Antara pelaku politik saling membuka aib, kejelekan yang
sampai terdengar di telinga rakyat, hingga mereka bertanya-tanya: “Masih adalah
Negara Kesatuan Republik Indonesia?” Rakyat yang kadang hanya bisa mengabdi
haruslah menerima segala macam konsekuensi dari ulah politik. Bila NKRI saat
ini seolah terpolakan hanya berdasarkan warna partai. Lalu bagaimanakah
kemudian bisa menjadi alat demi menyejahterakan rakyat seperti peranan politik
yaitu alat demi menyejarahkan rakyat?
Politik
Indonesia saat ini tidak hanya itu, banyak pejabat-pejabat negara ini yang
mengaku akan mencalonkan presiden di Pemilu 2014. Mereka menyalonkan diri bukan
demi kursi kekuasaan, tetapi untuk tercapainya tujuan besar bangsa Indonesia. Seperti
Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie. Ia mengaku dirinya sebagai calon
presiden Pemilu 2014. Pertanyaan besar rakyat Indonesia. Benarkah? Haus atau
tidaknya para capres akan kekuasaan ini memang tidak dapat dibuktikan secara
instan. Pembuktian itu mungkin akan terjawab setelah 2 atau 3 tahun kemudian.
Satu
contoh baru Aburizal Bakrie. Sementara itu, mantaubernur Gorontalo Fadel
Muhammad yang diperiksa di Kejaksaan Tinggi Gorontalo. Fadel diperiksa sebagai
tersangka kasus dugaan korupsi dana sisa lebih penggunaan (SILPA) APBD
Gorontalo tahun 2001 sebesar 5,4 miliar. Kemudian tahun 2001, Fadel dicopot
dari Menteri Kelautan. Pencopotan Fadel dianggap merusak kredibilitas
pemerintahan Susilo Bambang Yudhayono dan jelas mengganggu soliditas Golkar.
Hati
rakyat kembali terluka ketika adanya penetapan KPK tentang adanya korupsi
pengadaan Al-Quran di Kementerian Agama pada tahun 2011/2012. Sungguh menyedihkan.
Di lain pihak ada yang lebih banyak korban lagi di luar lingkungan parlemen
daripada sekedar malu. Al-Quran yang merupakan kitab suci umat muslim, bukan
sekedar tumpukan kertas dengan huruf-huruf Arab. Namun, kini Al Quran pun
berani di kaitkan dengan kasus korupsi.
Berpindah
ke kasus pemanggilan Anas yang kedua kalinya terkait penyelidikan proyek
pembanguan yang belakangan diketahui menelan biaya Rp 2,7 triliun itu jelas
meyakinkan public bahwa politik Indonesia saat ini hanya berakhir pada soal
uang dan kuasa. Seolah politik hanyalah untuk kalangan elit saja, yang tidak
memperhatikan wong cilik.
Lalu,
sekarang masih pantaskah bila bangsa Indonesia mengatakan bahwa Pancasila sakti
menjalin kebersamaan rakyat dari Sabang sampai Merauke demi satu tujuan yang
sama? Sebab kita menjadi yakin dari beberapa kasus yang ada, bahwa kelurusan
hidup seseorang bukan lagi kemudian tergantung dari agama yang dianutnya tetapi
menjadi semakin perlunya pemaknaan akan nilai-nilai kebaikan dalam hidup bukan
lagi demi pribadi tapi juga demi bangsa dan negara. Sebab tanggung jawab para
pemimpin yang duduk di kursi eksekutif dan legislative bukan lagi demi
pribadi-pribadi atau golongan.
Melihat kondisi politik saat ini, rakyat pun
mempertanyakan apa pula itu tujuan besar bangsa Indonesia? Apakah seperti ini
demokrasi yang ingin diwujudkan bapak-bapak pendiri bangsa ini? Rakyat Indonesia
sekarang sangat berharap akan munculnya sosok-sosok pemimpin adil, jujur dan
tegas.
Kembali menengok ke jaman Proklamasi, dalam sebuah
pidatonya yang cukup fenomenal dan direkam oleh tinta sejarah perjuangan bangsa
Indonesia, Bung Karno sang Tokoh Proklamator RI pernah mengatakan “ Bawakan
saya sepuluh orang pemuda niscaya saya akan mampu mengoncangkan dunia.”
Harapan
itu sedikit terjawab. Saat ini masih ada sedikit keyakinan para aktivis muda,
jurnalis dan calon pemimpin ideal yang ingin memperjuangkan keadilan bagi
rakyat Indonesia, walau dengan proses yang panjang dan berliku. Rakyat
Indonesia sudah jenuh dengan figure lama (status quo). Mereka merasa pergantian
pemimpin dari tahun ke tahun membosankan dan tidak terlihat berkembangan yang
lebih baik. Rakyat butuh akan penyegaran. Kejenuhan ini membuat mereka untuk
memberi kepercayaan ke kaum muda untuk menjadi pemimpin alternative. Disaat
yang tepat pula, muncullah tokoh muda yang akan dijadikan tempat berlabuh
harapan dan mimpi besar untuk perubahan. Pemimpin muda yang lebih enerjik tidak
akan pernah muncul tanpa adanya ruang dan kesempatan yang panjang yang
diberikan kepada tokoh muda.
Pemberian
kesempatan kepada tokoh muda ini adalah sebuah solusi tepat dan patut dilakukan
sebagi upaya bersama membangun motivasi tokoh muda dan berkarya untuk bangsa
ini. Kesadaran rakyat untuk memberi kesempatan tokoh muda untuk memimpin dan
berbicara politik haruslah dibangun. Pemuda cerdas merealisasikan idealismenya
terhadap perbaikan lingkungan strategis disekitarnya. Dan disinilah peran nyata
tokoh muda sebagai agen perubahan sosial.
Pemuda
saat ini haruslah pandai berbicara politik. Pemuda harus mampu memberikan
jawaban empiris intelektual secara riil. Pemuda harus mampu menjadi dinamiator
di tengah masyarakat dan menjadi motivator bagi orang-oarang disekitarnya. Saatnya
generasi muda berbicara politik, untuk Indonesia bersatu.